Pages

Rabu, 06 Juni 2012

nichiren sozhu


 ISU KLAIM DARI
NICHIREN SHOSHU
Oleh: Sidin Ekaputra,SE
- Edisi Revisi -
Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia
Nichiren Shu Indonesia Buddhist Association
Milis Grup: www.yahoogroups.com/group/nshi
Website: www.nshi.org, Email: sangha@nshi.org
Isu-Isu Mengenai Klaim Dari Nichiren Shoshu
Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia
1
1. Dua Dokumen Perpindahan
Nichiren Shoshu mengakui bahwa Nikko Shonin, salah satu dari enam murid utama Nichiren Daishonin, telah ditunjuk sebagai ahli waris dharma oleh Nichiren Daishonin. Hal ini dimunculkan melalui dua dokumen perpindahan yang diklaim bahwa itu ditulis langsung oleh Nichiren Daishonin. Tetapi, tak seorangpun diluar para Bhiksu Nichiren Shoshu itu termasuk para sarjana, cendikiawan, alih sejarah, para bhiksu yang berasal dari garis keturunan Fuji Nikko dan lainnya, tidak mempercayai keaslian dari kedua dokumen tersebut.
Dokumen pertama adalah “Nichiren Ichigo Guho Fuzoku Sho” (Gosho Zenshu, p. 1675) atau “Minobu Sojo” menurut perkiraan ditulis di Gunung Minobu pada bulan September 1282, dikatakan: “Aku memindahkan Dharma ini, yang Aku, Nichiren, sudah sebarkan sepanjang seluruh hidupku kepada Byakuren Ajari Nikko. Ia diharapkan untuk menjadi pemimpin tertinggi untuk penyebarluaskan ajaran Honmon. Ketika wewenang yang diterima mengenai Dharma ini, Kaidan Kuil Honmonji harus dibentuk di Gunung Fuji. Kamu harus menantikan datangnya waktu itu. Ini adalah apa yang Aku sebut ajaran Dharma yang nyata. Di atas semua ini, para muridku harus mematuhi dokumen ini. Bulan kesembilan tahun koan kelima. Nichiren.”
Dokumen yang kedua adalah adalah “Minobu-san Fuzoku Sho” (Gosho Zenshu p. 1675) atau “Ikegami Sojo”, menurut perkiraan ditulis 13 Oktober 1282 dikatakan: “Aku memindahkan yang patut dimuliakan Pengajaran Sakyamuni lima puluh tahun ke Byakuren Ajari Nikko. Ia diharapkan menjadi Kepala Bhiksu Kuil Minobu-san Kuonji. Para Bhiksu harus menaruh kepercayaan kepada hal ini, mereka yang tidak mematuhi dan keberatan untuk menerima ini adalah para pemfitnah Dharma. Hari ketigabelas bulan kesepuluh tahun Koan ke-lima di Ikegami, Provinsi Musashi. Ttd. Nichiren”
Dokumen yang pertama tentang perpindahan ini adalah suatu rekayasa yang disebut Hyaku-gojikka-jo yang ditulis oleh Nikkyo (1428-1489) di Kuil Taisekiji pada tahun 1480. Nikkyo pada awalnya adalah seorang Bhiksu di Kuil Juhon-ji di Kyoto (pendiri dari Kuil Yoboji), kemudian ia pindah ke Kuil Taisekiji dan menjadi murid Nichiu, Bhiksu Tinggi Taisekiji Ke-sembilan. Bagaimanapun, dapat dikatakan terjadi pertentangan antara isi surat perpindahan ini yang dikutip dari tulisan Nikkyo dengan salinan yang sekarang ada di Kuil Taisekiji.
Dalam dokumen itu dikatakan tentang “Kuil Honmonji di Gunung Fuji,” ini mengarah pada Kuil Nishiyama Honmonji yang didirikan pada tahun 1343 oleh murid Nikko Shonin, Nichidai setelah beliau diusir oleh kepala bhiksu dari Kuil Kitayama Honmonji. Kemungkinan juga bahwa dokumen “Minobu Sojo” itu dibuat oleh seorang Bhiksu Tinggi dari Kuil Nishiyama Honmonji. Nichiren Shoshu mengakui bahwa ketika belum terwujudnya Kaidan Kuil Honmon, Taisekiji akan dinamai sebagai Honmonji dalam rangka menyesuaikan diri kepada apa yang disebut dalam “Minobu Sojo”. Tetapi klaim yang paling tepat untuk sebutan Kaidan Kuil Honmonji adalah ditujukan kepada Kitayama Honmonji, karena kuil ini didirikan oleh Nikko di Gunung Fuji dengan nama Honmonji.
Menurut para Bhiksu Nichiren Shoshu, salinan asli dari dokumen perpindahan itu tersimpan di gudang di Kuil Kitayama Honmonji sampai tanggal 17 maret 1581, surat itu hilang yang diperkirakan di curi oleh para pengikut dari Kuil Nishiyama Honmonji dan Raja Kai, Takeda Katsuyori beserta tentaranya. Kemungkinan Kuil Kitayama Honmonji maupun Kuil Nishiyama Honmonji telah bernaung dibawah Kuil Taisekiji pada waktu itu. Surat asli dari kedua dokumen itu tidak pernah diketemukan.
Disamping tidak adanya surat asli dari ke-dua dokumen perpindahan ini dan terdapatnya pertentangan antara salinan surat yang ada pada hari ini dan kutipan dari surat-surat sebelumnya terdapat bukti yang cukup kuat bahwa Nichiren Daishonin tidak pernah mengangkat Nikko sebagai penganti atau pewaris Dharmanya.
Terdapat beberapa dokumen asli yang membuktikan hal tersebut bahwa Nichiren tidak pernah mengangkat Nikko Shonin sebagai penganti. Salah satu dokumen itu adalah ditulis Isu-Isu Mengenai Klaim Dari Nichiren Shoshu Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia
sendiri oleh Nikko Shonin yang mencatat tentang situasi pemakaman Nichiren Daishonin, yang berjudul “Shuso Gosenge Kiroku,” yang sekarang tersimpan di Nishiyama Honmonji. Dokumen ini ditanda tangani oleh Nissho, Nichiro, Nikko, dan Nichiji (Empat dari Enam Murid Utama Nichiren Daishonin). Menurut dokumen ini, Nikko tidak mendapatkan pelakuan atau tempat yang khusus ketika acara penghormatan pemakaman Nichiren Daishonin saat itu, tetapi melainkan dua orang murid senior yakni Nichiro dan Nissho berada didepan prosesi dan memimpin acara prosesi pemakaman tersebut. Juga menurut Nikko Shonin, Ia hanya menerima warisan peninggalan Nichiren berupa seekor kuda dan beberapa pakaian, sedangkan Nissho menerima catatan salinan Saddharma Pundarika Sutra kepunyaan Nichiren Daishonin (Chu Hokekyo) dan Nichiro menerima rupang Buddha Sakyamuni milik Nichiren Daishonin yang telah Ia jaga sejak dari pengasingan Semenanjung Izu. Sejarah telah membuktikan bahwa kedua dokumen asli itu tidak pernah ada.
Sebuah tulisan atau catatan yang disebut “Rembo Cho” terdapat dua versi yang menguraikan secara singkat sebuah sistem giliran bagi ke-Enam Murid Utama untuk menjaga, memelihara makam dari Nichiren dan mengatur Kuil Kuonji di Gunung Minobu. Dalam catatan ini tidak tercantum sama sekali tentang bahwa Nikko adalah ahli waris dari Nichiren Daishonin.
Ada juga tulisan dari Nikko yang menunjukkan bahwa ia tidak mengetahui bahkan tidak menerima apapun tentang dua surat dokumen perpindahan itu. Salah satu tulisan dari Nikko mengenai hal ini adalah “Fuji Isseki Monto Zonchi-no-koto,” dimana Nikko menuliskan dalam dokumen itu bahwa ,”GuruKu Nichiren, yang telah mendahului aku, tidak pernah memutuskan negeri atau tempat manapun. Adalah hal yang biasa, bagi Buddhisme mencari sebuah tempat yang paling indah, damai, dan membangun kuil disana. Kemudian, Gunung Fuji yang terletak di daerah Sugaru (Shizuoka) adalah gunung yang paling tinggi di Jepang. Kita perlu membangun kuil kita disana.” Mengapa Nikko harus menulis kata-kata seperti ini dalam dokumen ini, jika dalam “Minobu Sojo” telah menunjukkan tentang kata-kata Kaidan Kuil Honmonji harus dibangun di Gunung Fuji?
Terdapat juga bukti dokumen lainnya yang dibuat oleh Nikko sendiri. Dokumen yang disebut “Hara dono gohenji” (“Balasan kepada Tuan Hara”) disini ditulis bahwa Nikko mengeluh bahwa Ia harus meninggalkan Gunung Minobu karena terjadi perselisihan Beliau dengan Niko dan murid lainnya. Ia juga mengeluh tentang pembagian barang-barang peninggalan Nichiren setelah pemakaman, karena ia ingin untuk menerima warisan Rupang Buddha Sakyamuni. Bahkan dalam surat ini, Ia tidak menyebutkan tentang dokumen perpindahan Dharma atau hal-hal yang mengarah kepada itu, atau tentang menetapkan untuk mendirikan Kuil Honmonji di Gunung Minobu atau pun mengakui bahwa Nichiren telah menetapkan ia sebagai Kepala Bhiksu di Kuil Kuonji – Minobu.
Bahkan dalam surat ini ia mengatakan bahwa, “Aku dapat menceritakan kepada kamu bahwa betapa malunya aku dan menyesal karena harus meninggalkan Gunung Minobu, dimana makam Nichiren Daishonin ditempatkan. Tetapi bukan hal yang penting dimana aku berada, yang terpenting adalah meneruskan pengajaran dari Nichiren Daishonin dan menyebarluaskannya keseluruh dunia. Semua para murid yang melawan kehendak dan menentang Nichiren Daishonin. Aku percaya hanya aku, Nikko yang melindungi pelaksanaan ajaran dari Nichiren menurut niat aslinya……”
Kita juga tahu bahwa semua murid merasa dirinya yang paling benar menjalankan ajaran Nichiren Daishonin begitu juga halnya Nikko percaya bahwa hanya ia yang sedang melindungi ajaran dan pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan dari Nichiren Daishonin, tetapi ia tidak membuat klaim bahwa Nichiren Daishonin sendiri yang menunjuk ia sebagai ahli waris atau pemimpin dari Kuil Kuonji, Gunung Minobu atau menerima tugas khusus untuk mendirikan Kuil Honmonji di Gunung Fuji. Ini secara nyata membuktikan bahwa dokumen perpindahan itu adalah palsu dan rekayasa dari para bhiksu dikemudian hari dari garis keturunan Fuji Nikko, yang digunakan untuk dasar klaim tentang keunggulan mereka dibandingkan dengan para saingannya, yang kita ketahui setelah meninggalnya Nichiren Daishonin terbentuk ratusan sekte-sekte kecil Nichiren yang didasarkan pada garis keturunan atau garis guru yang dikuti.
2Isu-Isu Mengenai Klaim Dari Nichiren Shoshu Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia
2. Nikko Bukan Pendiri Nichiren Shoshu
Setelah meninggalkan Gunung Minobu, dimana Nikko berselisih paham dengan Niko dan Tuan Hakii Sanenaga, penguasa Gunung Minobu serta murid-murid lainnya. Inilah awal dari keretakan hubungan antara murid-murid Nichiren Daishonin, yang akhir membentuk garis keturunan Minobu dan Fuji. Setelah meninggalnya Nichiren Daishonin, ajaran Nichiren terbagi menjadi dua aliran pemahaman yakni: “Itchi” dan “Shoretsu”. Dari dasar inilah, sub-aliran yang lain dan gerakan, berkembang dan membuat sekte sendiri seperti Happon-ha, Fuju Fuse dan yang lainnya.
Aliran “Itchi” menekankan pada pemahaman membaca, belajar dan menyebarkan
Pundarika Sutra dengan penekanan yang khusus pada Bab II dan Bab XVI, tetapi untuk semua Bab diajarkan juga dalam pembabaran, disamping ajaran Nichiren Daishonin yang dituangkan dalam Gosyo, ajaran Tien-tai dan lain-lain. Sedangkan, aliran “Shoretsu” hanya menitikberatkan pada Bab II dan Bab XVI, membaca dan mengutamakan bab ini dan tidak membabarkan bab-bab lainnya.


Aliran “Itchi” merupakan aliran utama dari murid-murid Nichiren yang tergabung dalam banyak sekte dan aliran yang utama seperti Nichiren Shu. Sedangkan aliran “Shoretsu” terdiri dari turunan dari murid-murid Nikko, seperti Nichiren Shoshu dan pecahannya Shoshinkai dan Soka Gakkai. Di antara bermacam-macam sekte “Shoretsu”, terdapat beberapa aliran lanjutan. Taisekiji yang merupakan pusat dari sekte Nichiren Shoshu berdasarkan dari garis keturunan, satu dari pengikut utama Nichiren Daishonin, Nikko Shonin. Keturunan dari murid Nikko ini disebut “Fuji Monryu” atau “Nikko Monryu”, tetapi sangat tidak tepat jika dikatakan bahwa
3
Altar di Kuil Kitayama Honmonjididirikan oleh Nikko Shonin, Ia meninggal disini. Kuil ini bagian dari Nichiren shuIsu-Isu Mengenai Klaim Dari Nichiren Shoshu Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia


seluruh murid dan turunan Nikko berada di Taisekiji, banyak diantaranya adalah bagian dari Nichiren Shu dan banyak juga yang mendirikan sekte sendiri.
Kuil-kuil yang menjadi tiang utama berdirinya Nichiren Shoshu mempunyai pemahaman yang berbeda dengan Taisekiji baik tentang anggapan Nichiren Daishonin sebagai Buddha, doktrin dan lain, salah satu contohnya Kuil pendiri Taisekiji disebut Kuil Nishiyama Honmonji didirikan oleh murid Nikko, Nichidai (1294 – 1394) masih menggunakan pemikiran yang lama yakni Buddha Sakyamuni sebagai Buddha Abadi dan Nichiren adalah Maha Bodhisattva.
Setelah meninggalkan Gunung Minobu, Nikko pergi ke daerah Ueno. Pada tahun 1290, penguasa di Ueno, Nanjo Tokimitsu, mendirikan Kuil Taisekiji di Oishigahara untuk Nikko. Nanjo Tokimitsu merupakan paman dari salah seorang murid Nikko, Nichimoku.
Pada tahun 1291, Nikko pindah ke kota Omosu di Kitayama dimana ia mendirikan Kuil Kitayama Honmonji pada bulan Februari 1298 dengan bantuan dari Nitcho. Dia menghabiskan sisa hidupnya di kuil ini.
Nikko menunjuk dua kelompok yang terdiri dari enam murid utama untuk menggantikan dia setelah kematiannya. Kelompok pertama terdiri dari: Nikke, Nichimoku, Nisshu, Nichizen, Nissen, dan Nichijo. Kelompok kedua terdiri dari: Nichidai, Nitcho, Nichido, Nichimyo, Nichigo, dan Nichijo.
Pada Hari ini kuil utama dari garis keturunan Fuji adalah sebagai berikut:
Kuil Taisekiji – Kuil Utama Nichiren Shoshu (dari kuil ini kemudian pecah menjadi Shoshinkai, Myoshinko, Kenshokai, Soka Gakkai (SGI)
Kuil Kitayama Honmonji – Kuil Nichiren Shu
Kuil Koizumi Kuonji – Kuil Nichiren Shu
Kuil Hota Myohonji – Kuil Independent Movement
Kuil Shimojo Myorenji – Kuil Nichiren Shoshu
Kuil Nishiyama Honmonji –Kuil Honmon Shoshu
Kuil Kyoto Yoboji – Kuil Nichiren Honshu
Kuil Izu Jitsujoji – Kuil Nichiren Shu
Kozoin Nisshin (1508-1576), Kepala Bhiksu Kuil Yoboji dari turunan Nikko di Kyoto, membuat cara untuk perdamaian diantara kuil-kuil milik turunan Nikko. Dibawah tekanan dari pemerintah Meiji, Taisekiji bergabung dengan Nichiren Shu Komon Ha, pada tahun 1876. Nama dari sekte ini diganti menjadi Hommon Shu pada tahun 1899. kemudian, Taisekiji keluar dari Hommon Shu pada tahun 1900, dan menamakan diri Nichiren Shu Fuji Ha. Nama dari sekte itu, diganti kembali menjadi Nichiren Shoshu pada tahun 1912. Hommon Shu bergabung dengan Nichiren Shu pada tahun 1941. Yoboji dari Kyoto, yang mana menjadi kuil utama dari Hommon Shu, keluar dari Nichiren Shu pada tahun 1953, dan menamakan diri menjadi sekte Nichiren Honshu.
Jadi jelas bahwa Nichiren Shoshu berdiri jauh setelah Nikko Shonin (1246-1333) dan Nichimoku meninggal, dan ajaran Nichiren Shoshu berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Nikko sendiri dan sebagian murid-muridnya yang tidak berada di Kuil Taisekiji. Kuil-kuil Nikko selain Kuil Taisekiji – Nichiren Shoshu, tetap menganggap Nichiren Daishonin sebagai Dai Bosatsu, pemimpin dari Bodhisattva Muncul Dari Bumi dan Buddha Sakyamuni sebagai Buddha Abadi. Sekali lagi, klaim Nichiren Shoshu bahwa Nikko adalah pendirinya adalah tidak benar.
3. Nichiren Diindentifikasi Sebagai Buddha
Nichiren pertama kali diindentifikasi sebagai Buddha oleh Bhiksu Nichigen (1486) dari Kuil Nishiyama Hommonji, dengan teori “Nichiren-hombutsu-ron” atau teori “Nichiren adalah Buddha Pokok.” Teori jelas dibuat oleh Bhiksu Nichigen.
Menurut Saddharma Pundarika Sutra, Buddha Sakyamuni, yang ada didalam Stupa
4Isu-Isu Mengenai Klaim Dari Nichiren Shoshu Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia
Prabhutaratna Tathagata, memberikan tugas penyebaran Dharma kepada Bodhisattva Visistacaritra (Jogyo Bosatsu). Nikko Shonin percaya bahwa Nichiren Daishonin adalah kelahiran kembali dari Jogyo Bosatsu, demikian juga pengikutnya Nishizon (1265-1345), yang menaruh Rupang Jogyo Bosatsu dalam kuilnya di Kyoto, kuilnya dinamakan sesuai dengan nama Bodhisattva itu. Hal ini dapat kita lihat dalam beberapa dokumen yang dibuat oleh Nikko Shonin, salah satunya dalam “Ryuzo mondo sho”, dikatakan bahwa, “ Saya percaya yang diajarkan dalam Hokekyo (Saddharma Pundarika Sutra) bahwa dengan hormat Nichiren Daishonin adalah Bodhisattva Jogyo, utusan dari Sang Buddha Sakyamuni, Buddha dari Triloka, Ayah dan Ibu dari semua makluk.”
Sebuah gosho atau tulisan Nichiren Daishonin, yang ditulis di Gunung Minobu pada tahun 1274 berjudul “Hokke Shuyo Sho” atau “Makna Penting dari Saddharma Pundarika Sutra” secara jelas menyatakan siapakah sesungguhnya Buddha Pokok Abadi itu, “Sejak 500 asamkeya kalpa koti, Seluruh orang-orang di dunia saha ini telah menjadi anak-anak tersayang, Buddha Sakyamuni. Kita tidak menyadari hubungan ini karena kita adalah anak-anak yang nakal. Ini adalah sebuah hubungan yang unik.” Gosho ini yang dikatakan telah mencapai KeBuddhaan pada 500 asamkheya kalpa koti atau Kuon Ganjo adalah Buddha Sakyamuni dan pada saat yang sama, kita adalah murid-murid Beliau. Dan juga dalam Gosho “Kanjin Honzon Sho” dikatakan, “Ketika Buddha Abadi telah diwujudkan dalam Bagian Pokok dari Saddharma Pundarika Sutra, Dunia Saha ini menjadi Tanah Suci Abadi, yang tidak akan musnah oleh Tiga Bencana...Sakyamuni Buddha, pemilik Tanah Suci ini tidak pernah moksa di masa lampau, atau akan dilahirkan di masa mendatang. Ia hidup selamanya melampaui masa lampau, sekarang dan akan datang. Semua orang akan mendapatkan bimbingan hanya dari Buddha Abadi.....”
Namun salah seorang pengikut Nikko Shonin, Hongaku Nichidai (1309-1369), berkata bahwa Nichiren sendiri memasuki stupa Prabhutaratna dan menerima Dharma langsung dari Buddha Sakyamuni. Interpretasi salah dari Saddharma Pundarika Sutra ini, akhirnya diwujudkan dalam teori bahwa Nichiren adalah Buddha Abadi, ajaran ini diturunkan oleh Nichigen. Teori dari Nichigen ini yang mendasari ajaran dari Nichiren Shoshu, dan ajaran ini berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Nikko Shonin.
Klaim Nichiren Shoshu yang menganggap Nichiren Daishonin sebagai Buddha Abadi sungguh bertentangan dengan jiwa dari Saddharma Pundarika Sutra itu sendiri, dimana dalam Bab.XVI, Panjang Umur Tathagata, jelas disebutkan bahwa Buddha Sakyamuni adalah Buddha Abadi, asal muasal (Kuon Ganjo) yang telah mencapai KeBuddhaan pada 500 asamkheya kalpa koti yang tak terhingga, "Sekarang Sakyamuni Buddha telah benar-benar keluar dari istana keluarga Sakya dan telah duduk diatas tempat penerangan yang terletak tidak jauh dari kota Gaya, setelah telah mencapai Penerangan Agung itu, Akan tetapi, wahai putera-puteriKu yang baik, sejak Aku benar-benar menjadi Buddha, sang waktu telah berlalu ratusan ribu koti nayuta kalpa yang tak terhingga dan tak terbatas." dan juga bahwa dalam Bab.XV Bodhisattva Muncul dari Bumi, Saddharma Pundarika Sutra jelas bahwa Buddha Sakyamuni memberikan tugas penyebaran Dharma kepada Bodhisattva Visistakaritra agar disebarluaskan pada lima ratus tahun ke lima setelah kemoksaanNya dan Nichiren Daishonin lahir untuk membukti hal tersebut. Terdapat juga kata-kata Nichiren Daishonin dalam salah satu surat bahwa, “Jika Nichiren tidak lahir kedunia ini, maka kata-kata Buddha Sakyamuni, Prabhutaratna Tathagata adalah bualan besar…”. Ini jelas bahwa Nichiren sebagai kelahiran kembali Boddhisattva Visistakaritra dan lahir ke dunia ini untuk membuktikan kebenaran kata-kata Buddha Sakyamuni dalam Sutra. Jika menempatkan Nichiren sebagai Buddha Abadi dimana letak hubungannya dan dasar bukti sutra apa yang mendasari teori ini ?
Nichiren Daishonin bertahun-tahun lamanya menentang sekte-sekte agama Buddha lainnya, yang lebih menempatkan Buddha Amitabha, Vairocana dan lain-lain sebagai altar pemujaan utama. Keinginan Nichiren Daishonin jelas dalam Rissho Ankoku Ron, bahwa kembali pada ajaran sejati Buddha Sakyamuni dan menempatkan Buddha Sakyamuni Abadi sebagai altar pemujaan utama. Inilah dasar dari perjuangan Nichiren Daishonin.
5Isu-Isu Mengenai Klaim Dari Nichiren Shoshu Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia
Jadi, jelas bagi kita bahwa teori Nichiren Daishonin sebagai Buddha Abadi dimunculkan oleh salah seorang murid turunan sekte Fuji Nikko, Nichigen. Teori ini muncul ratusan tahun setelah meninggalnya Nikko Shonin. Sungguh sebuah ajaran yang tidak hanya bertentangan dengan semangat dalam Sutra, juga keinginan dari Nichiren Daishonin dan Nikko Shonin itu sendiri.


4. Dai Gohonzon di Kuil Taisekiji, Nichiren Shoshu
Dai Gohonzon yang diklaim oleh Nichiren Shoshu sebagai mandala yang dibuat oleh Nichiren Daishonin adalah sebuah ketidakbenaran. Dai Gohonzon di Kuil Taisekiji terbuat dari kayu sedangkan, selama hidupnya Nichiren Daishonin tidak pernah membuat mandala dalam bentuk lain kecuali mengunakan kertas, saat ini terdapat 127 Mandala Gohonzon yang asli dibuat oleh Nichiren Daishonin, dan masih tersimpan dengan baik di Gunung Minobu.
Dai Gohonzon Taisekiji atau biasa disebut Ita Honzon itu dibuat oleh Nichi-u (1409-1482), Bhiksu Tertinggi Ke-sembilan dari Kuil Taisekiji, yang didasarkan pada Gohonzon Yashiro Kunishige (Gohonzon peringatan kematian yang ditulis diatas kertas). Mereka mengklaim bahwa mandala itu ditulis oleh Nichiren pada 12 Oktober 1279. Ita honzon itu mempunyai sebuah catatan bahwa itu dibuat dan diberikan kepada Yashiro Kunishige. Siapakah Yashiro Kunishige? Menurut catatan yang terdapat di “Nichimoku Goden Dodai”, yang ditulis oleh Nichiji Shonin bahwa Tuan Yashiro adalah keponakan tertua dari Nichimoku Shonin. Nama lengkap beliau adalah Oshuu-kagano-Fujiwara-no-Ason-Onodera-Yashiro-Kunishige dan Ia bekerja di pemerintahan. Juga berdasarkan gosho “Ryusenji Moshijo” yang ditulis oleh Nichiren pada bulan oktober 1279, menyatakan bahwa "Shiro telah terbunuh pada bulan April, dan kemudian disusul oleh Yashiro pada bulan Agustus." Kata-kata Shiro dalam gosho itu mengacu pada (Jin)Shiro, dan Yashiro Kunishige. Kemudian untuk mengenang kematian dari Yashiro Kunishige, Nichiren menulis sebuah mandala untuk peringatan tersebut pada 12 oktober 1279, 49 hari setelah kematiannya. Mandala ini yang kemudian hari dipahat keatas kayu oleh Nichi-u. Jadi Ita-Honzon atau Dai Gohonzon Taisekiji adalah mandala peringatan kematian Yashiro Kunishige.
Nichi-u menyatakan bahwa Ita-mandala ini adalah Honzon ini yang dipercayai oleh Nichiren sebagai hal yang utama dan bahwa seluruh mandala yang ditulis dikertas oleh Nichiren dan Bhiksu lain tidak berharga. Tetapi baik Nichiren maupun Nikko Shonin, tidak pernah menulis mandala diatas papan kayu. Nikko Shonin melarang pembuatan Ita-Honzon didalam “Fuji-isseki-monto-zonji-no-koyo,” menyatakan bahwa “mengukir diatas papan akan membuat tulis tangan tidak begitu berarti….”
Nichi-u juga berkata bahwa Ita honzon itu dipindahkan dari Yashiro ke Kuil Taisekiji, maka dari itu bahwa hanya Kuil Taisekiji yang menyimpan Honzon yang dibuat langsung oleh
6
Gohonzon Yang digunakan oleh SGI
Dai Gohonzon di Taisekiji
Nichiren Shoshu
Ket.Gbr: Gohonzon yang digunakan oleh Nichiren ShoshuIsu-Isu Mengenai Klaim Dari Nichiren Shoshu Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia


Nichiren. Pengakuan seperti ini membuat timbulnya penentangan dari kuil-kuil murid-murid Nikko Shonin lainnya. Perlu diketahui sampai sekarang diketahui terdapat lebih 127 mandala asli yang ditulis oleh Nichiren Daishonin dan masih tersimpan baik dibanyak kuil-kuil Nichiren Shu yang tersebar diseluruh Jepang.
5. Konsep “Hubungan Darah” Nichiren Shoshu
Konsep “Hubungan Darah” yang dikembangkan oleh Nichiren Shoshu adalah mengacu pada “Pewarisan Dharma” yang diterima oleh Nikko Shonin, yang telah kita bahas dibagian depan. Konsep ini mengajarkan bahwa Nichiren Daishonin telah melimpahkan semua kebenaran Dharma kepada Nikko Shonin, sehingga para Bhiksu Nichiren Shoshu yang mengklaim dirinya sebagai turunan dari Nikko Shonin, telah menerima hal yang sama secara terus menerus, yang kemudian diteruskan oleh Bhiksu Tertinggi. Menurut para Bhiksu Nichiren Shoshu bahwa Nikko Shonin telah melimpahkan pewarisan Dharma kepada Nichimoku Shonin bagaikan dari satu bejana ke bejana yang lainnya. Tetapi, ini juga sesuatu yang aneh karena Nikko Shonin, pada akhir hidupnya tidak menetapkan satu orang penerus tetapi dibagi dalam dua kelompok murid yang masing-masing terdiri dari Enam Murid Utama. Kedua kelompok ini yang akan meneruskan usahanya untuk menyebarluaskan Dharma. Kelompok pertama, terdiri dari: Nikke, Nichimoku, Nisshu, Nichizen, Nissen, dan Nichijo. Kelompok kedua, terdiri dari: Nichidai, Nitcho, Nichido, Nichimyo, Nichigo, dan Nichijo. Jadi berdasarkan apa bahwa Nichimoku sendiri yang menjadi pewaris tunggal ?
Sistem yang digunakan oleh Nichiren Shoshu ini sama seperti yang dilakukan oleh Gereja Katolik, yang menempatkan seorang Paus dan pengantinya sebagai penerus tunggal Tuhan Yesus di dunia ini. Nichiren Shoshu diketuai oleh seorang Bhiksu Tertinggi yang mempunyai otoritas yang besar, karena dianggap sebagai orang yang menerima pewarisan dharma turun temurun dan mempunyai hubungan darah kejiwaan secara langsung dengan Nichiren Daishonin. “Hubungan Darah” secara langsung ini yang menempatkan kedudukan Bhiksu Tertinggi begitu berkuasa untuk menetapkan apa yang benar dan salah.
Konsep “Hubungan Darah” seperti ini jelas-jelas tidak sesuai dengan semangat dalam ajaran Buddha. Bab II, Upaya Kausalya, Saddharma Pundarika Sutra jelas-jelas menempatkan setiap mahluk pada tingkatan yang sama karena didalam diri semua mahluk hidup terdapat “Bibit KeBuddhaan”. Tidak ada diskriminasi dalam agama Buddha, apakah ia seorang bijak atau bodoh, kurus atau gemuk, cantik atau buruk, kaya atau miskin, semua mempunyai kesempatan dan kedudukan yang sama dihadapan Sang Buddha. Buddha Sakyamuni mengatakan bahwa, “Seluruh umat manusia di Dunia Saha ini adalah Anak-AnakKu, hanya Aku yang dapat menyelamatkan mereka semua dari penderitaan.” Selain konsep demikian tidak berlandaskan ajaran Buddha juga telah membuat pembedaan manusia, para Bhiksu terutama Bhiksu Tertinggi diletakkan dalam status tertinggi sedangkan umat awam dibawahnya. Konsep “Hubungan Darah” yang memberikan otoritas mutlak kepada Bhiksu Tertinggi ini kemudian memunculkan sebuah konsep baru yang disebut “Hobo” atau “Pemfitnah Dharma”. Dengan senjata baru ini digunakan untuk mereka-mereka yang tidak mematuhi atau dianggap melanggar Dharma, contoh kasus dikeluarkannya Soka Gakkai International dari Taisekiji. Juga dikatakan bahwa mereka yang tidak mengikuti Bhiksu Tertinggi, tidak akan mencapai Jalan KeBuddhaan, karena itu Gohonzon yang bukan dikeluarkan oleh Bhiksu Tertinggi tidak mempunyai kekuatan lagi. Apakah ini konsep Buddhisme?
Konsep-konsep ini jika kita telaah, jelas sekali tidak sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Saddharma Pundarika Sutra dan Nichiren Daishonin dalam gosho-goshonya. Buddha mengatakan ,”semua mahluk dapat mencapai Jalan KeBuddhaan melalui pelaksanaan Saddharma Pundarika Sutra dan bahwa semua umat manusia mempunyai Bibit KeBuddhaan dalam diri mereka masing-masing.” Jadi untuk apa kita bergantung kepada seseorang sedangkan kita sendiri mampu dan mempunyai kekuatan yang sama dengan Buddha. Dalam Sutra Nirvana dikatakan, “Bersandarlah pada Dharma, tidak kepada orangnya” Buddha mengajarkan kita agar berpegang pada Dharma bukan kepada manusia, jadi ketergantungan
7Isu-Isu Mengenai Klaim Dari Nichiren Shoshu Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia
kita kepada seorang manusia apakah ia seorang bhiksu atau seorang sarjana yang pintar akan merendahkan diri sendiri dan potensi keBuddhaan yang ada dalam diri kita.
Pemfitnah Dharma (Hobo) adalah mereka yang menentang dan tidak percaya kepada Saddharma Pundarika Sutra, jadi bukan kepada perorangan atau kepada jabatan tertentu. Nichiren Daishonin berjuang untuk menyelamatkan seluruh manusia di negeri Jepang karena telah memfitnah Dharma, yakni menentang Saddharma Pundarika Sutra dan tidak memuja kepada Buddha Sakyamuni Abadi. Jadi jika anda tidak menentang Saddharma Pundarika Sutra dan memuja Buddha Sakyamuni Abadi, apakah bisa dikatakan Pemfitnah Dharma ? Memfitnah Dharma jika kita membenci, merintangi atau menghancurkan pelaksanaan hati kepercayaan seseorang kepada Buddha Dharma atau Saddharma Pundarika Sutra. Mereka yang menfitnah dharma atau menentang Saddharma Pundarika Sutra akan terjatuh ke dalam neraka avici (penderitaan yang tak terputus-putus).
Konsep “Hubungan Darah”, konsep “Hobo” dan lain-lain dibuat semata-mata untuk kepentingan dari para Bhiksu Nichiren Shoshu, yang ingin mengklaim dirinya sebagai ajaran yang sesungguhnya dan untuk mendiskritkan mereka-mereka yang berada diluar sektenya.
KESIMPULAN:
Jelas perbedaan doktrin-doktrin dan klaim-klaim yang tidak benar membuat Kuil Taisekiji, Nichiren Shoshu terpisah dari murid-murid Nikko Shonin sendiri dan murid-murid Nichiren lainnya yang tergabung dalam semangat persaudaraan di Nichiren Shu. Kebenaran harus berdasarkan fakta nyata dan tertulis bukan sebuah cerita atau karangan belaka. Sejarah adalah fakta yang nyata, tertulis dan diakui secara luas, apakah masih ada yang lebih benar dari itu?
Agama Buddha tidak mengenal konsep Tuhan Pencipta atau Sesuatu yang lebih tinggi, demikian pula apakah Buddha lebih tinggi dari manusia biasa. Tidak, Buddha adalah manusia yang telah mencapai kesadaran hakiki, setiap manusia yang telah menjadi sadar adalah Buddha. “Hubungan Darah” kita telah terjalin jauh pada masa lampau yang tak terhingga, dan juga ketika kita percaya kepada Sang Buddha, kita telah menjalin hubungan denganNya, bahkan ketika kita tidak mempercayai Sang Buddha sekalipun, kita masih memiliki hubungan dengannya karena kita semua, umat manusia adalah anak-anakNya.
Terjadinya pemutar balikkan ajaran Buddha pada masa akhir Dharma adalah sesuatu yang sudah diprediksi oleh Buddha Sakyamuni, oleh karenanya wejangan akhir dari Beliau didalam Sutra Nirvana bagi umat manusia masa akhir dharma adalah, “Bersandarlah pada Dharma, tidak pada orangnya. Jangan percaya kepada siapapun sekalipun ia adalah seorang kepala negara, seorang bhiksu agung, seorang sarjana yang pintar….tetapi percaya kepada DharmaKu.” Dharma Buddha bersifat Abadi dan tidak akan berubah sampai kapanpun sama seperti Hukum Gravitasi Bumi tidak berubah dari sejak alam semesta ini terbentuk sampai saat ini. Agama Buddha mempunyai sebuah konsep Datang, Lihat dan Rasakan (Ehipassiko), dengan demikian kita hendaknya tidak mudah percaya kepada sesuatu tanpa kita sendiri telah melihat dan merasakannya. Tidak ada perbedaan, tidak ada diskriminasi dalam ajaran Buddha. Semua mahluk hidup adalah sama, dan mempunyai potensi yang sama untuk mencapai KeBuddhaan. Inilah welas asih yang luar biasa dari Buddha Sakyamuni Abadi kepada kita umat manusia di Dunia Saha ini. Hanya Buddha Sakyamuni Abadi yang patut kita puja, karena Beliau adalah Majikan, Guru dan Orangtua kita.
Tulisan ini dibuat dengan niat tulus untuk mengembalikan kebenaran ajaran Sang Buddha dan Nichiren Daishonin, yang telah banyak mengalami distorsi akibat dari kesalahan penafsiran dan keinginan sekelompok orang yang pada akhirnya menghancurkan kebenaran yang sesungguhnya. Bacalah tulisan ini dengan hati yang bersih dan niat yang tulus, buanglah semua prasangka dan pikiran negatif. Marilah kita bersama-sama maju dalam Dharma Buddha yang sejati, belajar dan melaksanakannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Bukalah hati dan pikiran, terimalah kebenaran, ini akan menyelamatkan kita dari terjatuh kedalam neraka penderitaan yang tak terputus-putus (Avici). Gassho, Namu Myoho Renge Kyo.
8

1 komentar:

  1. "Setiap manusia yang menjadi sadar adalah Buddha"
    Bila terdapat orang yang memiliki kesadaran tinggi akan Dharma, bahkan lebih daripada itu menjadi pelaksana bagi Saddharma Pundarika Sutra, maka dia adalah orang yang sangat istimewa. Terhadap orang ini bila tidak terdapat jiwa pokok dari Buddha pokok di dalamnya, tentu saja tak akan menjadi Pelaksana, melainkan hanyalah manusia biasa seperti halnya setiap manusia yg bisa menjadi sadar.

    Terima kasih telah berbagi pengetahuan, tentang Dharma.
    Selanjutnya..
    Seperti wejangan yang anda sampaikan.
    Saya hanya akan percaya pada Dharma, tidak akan percaya pada siapapun, siapapun dia, termasuk Anda..

    BalasHapus