Pages

Rabu, 06 Juni 2012

1. Aliran Tantrayana, Mantrayana dan Vajrayana

Secara umum ajaran Buddha terbagi dalam tiga aliran:
§  Theravada/hinayana pencapaian tertinggi seorang Arahat.
§  Mahayana pencapaian tertingginya menjadi seorang Bodhisatva.
§  Tantrayana/vajrayana pencapaian tertingginya adalah menjadi seorang Buddha.
Vajrayana alias Tantrayana alias Mantrayana adalah sebuah sub sekte daripada Mahayana. Boleh dibilang, Tantrayana adalah aspek esoterik dari Buddhism, khususnya Mahayana. Yang mana seharusnya merupakan tahap akhir dalam perjalanan spiritual seorang Buddhist setelah sebelumnya menapaki Staviravada (Theravada), lalu kepada Mahayana tradisi Sutra, lalu berlanjut kepada Mahayana tradisi Tantra (Vajrayana).

1.      Aliran Tantrayana, Mantrayana dan Vajrayana

a.      Aliran Tantrayana

Ajaran Tantrayana yang mulai diperkenalkan secara luas oleh Buddha Padmasambava yang terlahir dari sebuah teratai tidak mempunyai orang tua kandung, langsung terlahir dalam sebuah teratai dengan berwujud seorang bocah yang telah berusia delapan tahun. Dari kelahirannya yang sangat mukjizat dan rahasia (disebuah pulau yang tidak berpenghuni manusia) ini saja sudah tercermin dari ajarannya.[1]
Padmasambava muncul di zaman kegelapan untuk menyelamatkan mahluk hidup seperti rembulan welas asih di atas danau keyakinan para pengikutnya.
Ajaran Padamasambava di zaman ini juga terpecah menjadi empat aliran yang berdiri sendiri di Tibet, menjadi aliran Nyingmapa, aliran Gelugpa, aliran Kagyud, Aliran Sakyapa dan satu lagi tantra timur di Jepang Zhong ci pai. Memasuki zaman kegelapan ini Ajaran Buddha Padmasambava sejati dipersatukan kembali dan (diperkenalkan kembali). Dirintis oleh Buddha Lien Sen yang mendirikan aliran Chen Fo Chung (CFC/TBSN). Dengan lebih sempurna memperjelas ajaran-ajaran yang lebih terperinci yang dimulai dari tingkatan orang biasa sehingga mencapai kebuddhaan dalam tubuh yang ini dan kehidupan ini.
Ajaran ini telah dibuktikan dan dilaksanakan sendiri oleh Master Lu Sheng Yen sehingga mencapai keBuddhaan (Buddha Lien Shen/Padmakumara). Dan memberikan jaminan kepada setiap orang akan mencapai kebuddhaan bila melaksanakan ajarannya dengan baik.[2]
Padmasambava mengajarkan instruksi/mudra yang mendalam berikut mantera rahasianya yang dapat mencapai kebuddhaan dalam tubuh dengan kehidupan.
Tantra itu mewakili di antara sekte-sekte Mahayana, panca indera mengenai semangat, secara tradisi ditegaskan sebagai terdiri dari perawatan dan hasil dari yang bermanfaat, dan menghapuskan serta gangguan dari yang tidak bermanfaat, keadaan mengenai pikiran. Dengan keadaan bermanfaat dari Jhana, atau Dhyana, pikiran yang terutama dimaksudkan. Maka dari itu kepentingan yang didominasi Tantra bukanlah teori tetapi praktek.
Tantra, walaupun secara jelas menggabungkan doktrin dari sekte-sekte yang lebih dahulu, berbeda secara radikal dari mereka semuanya di dalam mengenai bukan dengan perluasan teori yang lebih lanjut dari doktrin-doktrin ini, tapi dengan penerapan metode menuju pada realisasi realitas dari mana mereka adanya namun simbol konseptual. Jadi Tantra memiliki sebegitu banyak pada bidang menguasai doktrin sebagaimana pada bidang menguasai metode. Tradisi-tradisi Buddhist yang ada diterima sebgaimana adanya, asalkan bukan sebagai suatu titik awal untuk tindakan. Lebih daripada setiap sekte lainnya, Tantra mewakili segi latihan mengenai Buddhism, dan karena alasan ini, jadi Dr. Herbest V. Guenter sangat menekankan,[3]

‘Itulah di dalam Tantra bahwa Buddhism menemukan kemekaran dan peremajaan lagi yang konstan’.

Tetapi walaupun Tantra berarti tindakan, dan karenanya untuk kekuatan di dalam semua modenya, itu tidak berarti tindakan secara umum, yang akan lebih baik dimiliki hanya aktivitas, tapi terutama untuk ritual atau perbuatan sakral. Di dalam prinsip ringan yang fundamental ini, dasar ‘kebenaran bagi eksistensi’ lebih dari penekanan Tantra dengan ciri-cirinya secara jelas diperlihatkan.
Pentingnya aspek dan tradisi yang permulaan di mana memberikan dasar teori yang paling dekat mengenai kesakramenan Tantra; dikarenakan, sebagaiman Conze mengamati secara dekat;

‘jikalau Tantra mengharapkan keselamatan dari perbuatan suci, itu haruslah mempunyai suatu konsepsi mengenai Alam Semesta yang menurut perbuatan seperti itu dapatlah pada pengangkatan pembebasan’.

Jikalau realitas transendental menunjukkan Aksobhya, misalnya, sungguh-sungguh ada, itu haruslah memungkinkan untuk menempatkan Dia pada suatu tempat yang penting di dalam setiap bentuk mengenai kehidupan fenomena dan aktivitas. Bukanlah itu, walaupun dikatakan Bulan itu dipantulkan sebuah kolam air, tidak dipantulkan dalam keseluruhan kolam itu, tapi hanya dalam satu bagian penting darinya. Untuk mengetahui bahwa Akshobhya dipantulkan dalam dunia fenomena tidaklah cukup. Dunia itu terdiri dari lima skandha. Salah satu dari mereka itu haruslah pentulan aksobhya. Karena pengertian harfiah dari Aksobhya adalah ‘Yang Tenang Sekali’. Tantra mengenali Aksobhya dengar Vijnanaskandha atau kumpulan dari kesadaran. Pada prinsip ini Tantra membangun sistem dalam Buddha, Bodhisattva dan Dewa yang tidak terhitung semua mewakili baik aspek yang berbeda mengenai Realitas atau tingkatan yang berbeda mengenai Jalan Transendental, dihubungkan tidak hanya dengan suatu kumpulan (skandha) dari milik mereka, tapi juga dengan suatu kumpulan yang penting ‘mantra, mudra, unsur (elemen), arah, hewan, warna, indera-perasaan, bagian dari tubuh dan sebagainya.[4]
Tantra adalah lebih sulit untuk memberikan suatu penjelasan daripada sekte lainnya dalam Buddhisme. Alasannya ialah kedua-duanya mengenai ajaran bagi internal dan eksternal. Untuk memulai dengan Tantra ialah bukan dengan penyamarataan teori tapi dengan latihan yang teratur dan mendalam, karena mengenai suatu tingkat yang lebih tinggi bukanlah eksoterik melainkan esoterik, yang selama berabad-abad dijaga secara bersama-sama dengan cara tradisi lisan dan dengan hati-hati melindungi dari keinginan-keinginan yang kotor.[5]
Materi untuk menulis sejarah gerakan esoterik kenyataannya akan sangat sedikit,  jikalau bukan semuanya tidak ada. Bahkan ketika catatan sastra dari sekte-sekte permulaan, pada umumnya semua yang dapat diperoleh adalah sedikit pengalaman yang terisolir. Lagipula, karena bahasa Tantra acapkali secara simnbolis bahkan dari judulnya, naskah Tantra selama ini tidaklah dipublikasikan, jadi siapa saja yang kebetulan membacanya dengan ketiadaan tradisi lisan membantu terbebas dari kesulitan.
Inilah sebuah jalinan mata rantai yang kokoh yang saling mendukung yang membawa kepada hasil di dalam praktek-praktek Tantra.
Pada jaman sekarang, Tantrayana lebih dikenal berasal dari Tibet.
Sehingga orang awam berpendapat bahwa Tantrayana adalah agama Buddha Tibet,dan bersumber dari kepercayaan dan "rekayasa/ciptaan" bangsa Tibet.
Hal ini tidaklah mengherankan,karena hanya di Tibet, Bhutan, Nepal, Ladakh, India dan Mongolialah Tantra tetap eksis dan bertahan sampai sekarang,terutama sekali di Tibet.

Identitas Tantrayana di Tibet

Identitas mazhab Tantrayana di Tibet dapat diuraikan sebagai berikut :

a.       matra atau ukuran yang dikenal sebagai silsilah turun-temurun (lineage). Silsilah turunan utama tersebut meliputi para Guru yang diawali dengan Sang Buddha, para acharya yang berasal dari India sampai dengan guru dari Tibet pada masa-masa sekarang ini, yang telah memberikan / menurunkan ajaran Tantrayana baik secara metode lisan maupun tulisan menurut tradisi turun-temurun.

b.      Faktor yang lain adalah kelompok ajaran secara lisan dan tulisan yang dihasilkan oleh para anggota daripada silsilah turun temurun (lineage) tersebut, termasuk uraian, karangan, komentar, tafsiran, ulasan, tekstual yang mengandung unsur ritual dan sebagainya.

c.       Sekte sekte dikenal pula dengan cara latihan masing-masing yang khas dan unik. Misalnya sekte Kar-gyu-pa menitik beratkan meditasi, yang umumnya disebut tradisi meditasi atau samadhi. Sedangkan sekte Kah-dam-pa ataupun sekte Ge-lup-pa dikenal memiliki tradisi disiplin intelektual.

d.      Faktor lain yang menonjol dan menarik perhatian adalah gabungan biara/ monastery tempat para Lama/Bhiksu yang berfungsi sebagai tempat belajar serta tempat latihan religi. Biasanya suatu biara merupakan markas besar yang resmi bagi satu sekte sambil dijadikan sebagai suatu contoh atau model bagi yang lainnya. Setiap sekte besar memiliki banyak biara. Sedang sekte yang kecil hanya memiliki satu atau dua biara saja.

e.       Setiap sekte juga dikenali dengan memimpin spiritual yang berkedudukan tinggi, biasanya disebut "Tulku".

Sekte-sekte Tantrayana yang utama di Tibet

Sekte-sekte Tantrayana yang utama di Tibet adalah:

1.      Sekte nim-ma-pa (sekte jubah merah/ancient red sect):
Anggota sekte ini selalu memakai jubah dan topi merah. Mereka merupakan keturunan dari garis silsilah (lineage) dari maha guru Padma sambhava.

Mereka menjalankan ajaran esoteric (ajaran rahasia). Ajaran dan interpretasi sekte ini merupakan penggabungan dari Buddha Dharma dan Bon-pa. Dan di dalam prakteknya mereka tidak hanya merupakan jalan pikiran yang rasional, namun juga memerlukan inspirasi guna menguasai:

-          Dasar permulaan ajaran di transfer langsung dari para acarya India
-          Mempertahankan tradisi teks-teks kuno yang disimpan / dipendam dalam bumi (tanah) seperti Kitab Bardo Thodol.

2.      Sekte Kah-dam-pa
Sekte ini dipelopori oleh Atissa Srinyana Dipankara pada tahun 1042 masehi. Atissa pada tahun 1012 pernah mengunjungi Sriwijaya dan berguru pada Maha Acarya Dharmapala selama duabelas tahun, Atissa kembali ke Tibet pada tahun 1042. Beliau wafat tigabelas tahun, kemudian perkembangannya dikemudian hari sekte ini bergabung denga Ge-lug-pa.

3.       Sekte Ge-lug-pa (Sekte jubah kuning)
Anggota sekte ini mengenakan jubah berwarna kuning. Sekte ini merupakan pembaharuan dari sekte Kah-dam-pa dan dipelopori oleh Tzong-ka-pa pada abad XV.

4.      Sekte Kar-gyu-pa
Sekte ini didirikan oleh Lama Marpa pada abad XI. Garis silsilah (lineage) sekte ini diawali dengan Buddha Vajradhara (symbol Penerangan Agung). Para siswa sekte ini dalam pelaksanaan latihan religi dan upacara ritualnya wajib memandang gurunya sebagai Vajradhara, supaya dapat lebih mendekatkan diri pada Sang Buddha, sambil menjamin keberhasilan hubungan erat antara guru dan murid. Salah seorang siswa Marpa yang terkenal adalah Milarepa, yang juga dikenal sebagai filsuf dan penyair terkenal dari Tibet.


b.      Aliran Mantrayana

Bahwa Mahayana lambat laun menujun ke arah jalan kelepasan yang lain daripada yang ditawarkan oleh Buddha semula. Maka dengan jelas orang mulai merumuskan berbagai jalan kelepasan, seperti yang diperkembangkan juga oleh agama Hindu.[6]
Mahayana terdiri dari dua kendaraan, Paramitayana dan Mantrayana. Paramitayana adalah "Penyebab kendaraan" di mana tidak ada meditasi pada diri sendiri sehubungan dengan empat kemurnian lengkap tempat tinggal, properti tubuh, dan kegiatan, wakil dari istana Buddha, kekayaan tubuh, dan perbuatan. Mantrayana adalah "Pengaruh kendaraan," di mana ada meditasi pada diri sendiri sebagai representasi fisik dari empat kemurnian lengkap. Dalam Mantrayana, karenanya, seseorang bermeditasi pada diri sendiri sebagai sebuah rumah besar ilahi, rombongan ilahi, alat ritual ilahi, dan perbuatan ilahi memurnikan kosmos dan penduduknya dengan cara yang sama sebagai seorang Buddha. [7]
Di dalam abad ketujuh timbul lagi suatu jalan yang ketiga yang disebut Mantrayana atau jalan dengan kalimat-kalimat yang memounyai daya gaib (mantra). Nama-nama lainnya yang dipakai ialah Tantrisme, karena pandangan-pandangan mengenai jalan ini dicantumkan dalam Tantra-tantra; dan Vajrayana atau jalan intan, perjalanan intan, ialah yang keras dan tak terbinasakan, yaitu kenyataan yang tertinggi.[8]
Menurut namanya, maka aliran ini mencari alat gaib teristimewa di dalam mantra, kalimat yang berkekuatan gaib. Tetapi selanjutnya, gambaran-gambaran (mandala) dan perbuatan-perbuatan upacara keagamaan, di mana sikap tangan (mudra) sangat penting memainkan peranan juga. Juga pertarakan  dan yoga di sini mendapat tempat pula, seperti pendapat yang kita jumpai di dalam zaman yang jauh lebih tua lagi di dalam agama Buddha, bahwa manusia yang mebuat kemajuan-kemajuan di jalan yang menuju kepada pengertian yang mendalam, mendapat kekuatan-kekuatan yang istimewa pula.
Shadaka, ialah orang yang menjalankan perbuatan-perbuatan magis, atau sebenarnya orang yang berusaha ke arah tujuannya, menghubungkan dirinya sendiri dengan alat-alat magis (mantra, mudra) ke dalam keseluruhan tenaga-tenaga kosmis dan mengekang serta menguasainya.
Hal ini berarti bahwa dalam setiap usaha untuk membentuk suatu Mandala haruslah memiliki suatu nilai praktis yang mempengaruhi prilaku perseorangan (carya). Mantrayana ini juga memiliki sikap yang tegar menentang segala bentuk khayalan dan menumbuhkan bodhi sebagai lawan dari nirodha. Kesemua hal ini, dilaksanakan untuk mencapai langkah terakhir yakni guru yoga sebagai sarana kekuatan untuk mengatasi diri seseorang.
Dalam pengertian yang dalam dapat dikatakan, bahwa guru yoga adalah kenyataan itu sendiri yang dapat kita saksikan dan berada dimana-mana. Namun tanpa bimbingan seorang guru (manusia) yang telah mempraktekkan yoga dan mampu membimbing siswanya dalam menempuh halangan-halangan yang sulit.
Istilah Mantrayana kelihatannya telah menerima aslinya pada keperluan khusus bahwa cabang Mahayana yang menganjurkan pembacaan ulang mengenai mantra sebagai usaha prinsip mengenai paramita. Menurut Shashi Bhusan Dasgupta: ‘Mantrayana adalah sekte dari Mahayana’, kelihatannya adalah tingkat perkenalan mengenai Buddhisme Tantra dari semua cabang mengenai Vajrayana, Kalacakrayana, Sahajayana, dan seterusnya yang timbul dikemudian hari.
Meskipun demikian, sebagai keadaan hal yang sebenarnya dengan cabang-cabang Tantra Cina dan Jepang, istilah Mantrayana berlanjut di dalam penggunaan sebagai suatu petunjuk kolektif tidak hanya untuk memperkenalkan tapi juga untuk tingkat lebih lanjut dari gerakan Tantra, dan seperti itu dari satu waktu dipakai sampai dengan sekarang.


c.       Aliran Vajrayana

Berasal dari kosa kata Sanskrit "Vajra" yang berarti berlian dalam aspek kekuatannya, atau halilintar dalam aspek kedahsyatan dan kecepatannya. Serta dari kata "yana" yang berarti wahana/kereta. Menurut Wang Shifu, Vajrayana merupakan Jalan Intan. Kata "Tantra" sendiri berarti "Tenun" dalam bahasa Sansekerta, merujuk kepada prakteknya yang bertahap namun pasti.
Vajrayana atau kadang ditulis Vajrayana, adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang digunakan, seperti misalnya: mantrayana, ajaran mantra rahasia, ajaran Buddha eksoterik. Vajrayana adalah merupakan ajaran yang berkembang dari ajaran Buddha Mahayana, dan berbeda dalam hal praktek, bukan dalam hal filosofi. Dalam ajaran Vajrayana, latihan meditasi sering dibarengi dengan visualisasi.[9]
Adapun tujuan akhir daripada Vajrayana, ialah mencapai kesempurnaan dalam pencerahan dengan tubuh fisik kita saat ini,di kehidupan ini juga, tanpa harus menunggu hingga kalpa-kalpa yang tak terhitung. Oleh karena tujuan akhir inilah, di dalam Vajrayana ditemui metode-metode esoterik yang dengan cepat bisa membawa kita kesana.
Ajaran Vajrayana secara umum di berbagai negara lebih dikenal sebagai ajaran agama Buddha Tibet, yang merupakan bagian dari Mahayana dan diajarkan langsung oleh Buddha Sakyamuni yang amat cocok untuk di praktikkan oleh umat perumah tangga, umat yang hidup sendiri (tidak menikah), ataupun umat yang memutuskan untuk hidup sebagai bhiksu di vihara Vajrayana.
Menurut catatan, banyak sekali praktisi tinggi Vajrayana yang memiliki kemampuan (siddhi) yang luar biasa, misalnya: menghidupkan kembali ikan yang telah dimakan (Tilopa), terbang di angkasa (Milarepa), membalikkan arus sungai gangga (Biwarpa), menahan matahari selama beberapa hari (Virupa), mencapai tubuh pelangi (tubuh hilang tanpa bekas, hanya meninggalkan kuku dan rambut sebagai bukti), berlari melebihi kecepatan kuda, merubah batu jadi emas atau air jadi anggur, memindahkan kesadaran seseorang ke alam suci Sukavati (yang dikenal dengan istilah phowa), dapat meramalkan secara tepat waktu serta tempat kematian & kalahirannya kembali (H.H. Karmapa), lidah dan jantung yang tidak terbakar ketika di kremasi, terdapat banyaknya relik dari sisa kremasi, dll. Di dalam Vajrayana, semua hasil yang kita peroleh dari latihan kita, haruslah kita simpan serapi mungkin, bukan untuk di ceritakan pada orang lain. Sebagai pengecualian, kita boleh mendiskusikan hal tersebut dengan Guru kita, jika memang ada hal yang kurang kita mengerti.
Tantra Tibet,  juga dikenal sebagai Vajrayana, mengacu pada ajaran inti dari kedua Mahayana dan Hinayana, dua sekolah agama Buddha. Buddhisme Mahayana menekankan bahwa bantuan para dewa dan Bodhisattva dapat memberikan kepada masyarakat untuk membantu mereka melarikan diri samsara, siklus terus-menerus kematian dan kelahiran kembali. Doktrin Mahayana mengajarkan tidak mementingkan diri, tahap Bodhisattva, kesempurnaan dan doa untuk mencapai keselarasan sempurna demi semua makhluk. Hinayana, kadang-kadang disebut "jalan kecil," menekankan emansipasi pribadi bukannya prihatin dengan beban orang lain. Sementara mereka yang praktek Hinayana awalnya tidak melakukannya dengan maksud memperoleh Kebuddhaan, akhirnya jalan ini terlalu dapat menyebabkan Mahayana dan pencerahan.
Dalam ajaran Buddha Tibet ini dikenal dengan beberapa sekte. Sekte besar antara lain Nyimapa (merah), Sakyapa (kembang), Kagyudpa (putih), dan Gelugpa (kuning). Sedangkan sekte kecil, antara lain Shijepa, Zhibyepa, Chonangpa, Shalupa, dan Bonpa (hitam).
Dalam ajaran Vajrayana, sekte menjadi penting karena merupakan sebuah identitas. Ini adalah sekilas informasi tentang sekte-sekte besar yang mempunyai tradisi ciri khasnya masing-masing :

-          Gelug (sekte Gelugpa): pendirinya adalah Tsongkhapa (1357-1419) lebih menekankan kepada disiplin intelektual, karenanya para Bhiksu dari Gelug amatlah pandai dalam pembahasan Metafisika, filsafat, dll. Pusaka ajaran yang terkenal dari tradisi ini adalah Krama Marga alias Lam Rim (Jalan dan Tahap). Tradisi ini didirikan oleh Je Tsongkhapa, dengan Kadampa sebagai pendahulu Gelug, yang mana Kadampa ini didirikan oleh seorang Maha Guru India, yaitu Atisha Dipamkara.

-          Sakya (sekte Skayapa): Kunchong Gyalpo (1034-1102) terkenal dengan naskah-naskah autentiknya, pusaka ajaran dari tradisi ini adalah Lam Dray (Jalan dan Hasil). Tradisi ini berawal dari Sakya Shri Bhadra dari India, yang merupakan pemegang tahta terakhir dari Institut Buddhist Nalanda yang mengungsi ke Tibet pada saat invasi dari Moch.Bhaktiar Khalji, juga oleh beberapa Lotsava agung yg disebutkan oleh Vince Delusion sebelumnya.

-          Kagyu (sekte Kagyudpa): (Dagpo Kagyud) didirikan oleh Gampopa (1079-1133). terkenal sebagai tradisi Meditatif, lebih menekankan kepada metode-metode Yoga-nya. Pusaka ajaran dari tradisi ini adalah Maha Mudra, yang meliputi Enam Yoga Naropa (tib.Naro Cho Drug ; skt.Saddharmopadesa), serta metode-metode esoterik lain yang menyertainya dari awal sampai akhir, juga pendidikan Shedras selama 12 tahun yang diikuti dengan retreat Maha Mudra di dalam ruang tertutup selama 3 tahun 3 bulan 3 hari merupakan ke-khas-an tersendiri dalam tradisi Kagyu. [10]

-          Nyingma (sekte Nyingmapa): Dikenal sebagai tradisi non-Monastic. Terkenal dengan pusaka Terma nya,serta ajaran-ajaran esoterik langka di masa lampau. Ciri khas utama ajaran dari tradisi ini adalah Dzogchen (Maha Sandhi). Tradisi ini berawal dari Vajra Guru Padmasambhava (Lian Hua Sheng Da Shi) lebih kurang 700 M.[11]


2.      Ritual dan Praktek

a.      Tantrayana

Jalan Tantra berusaha untuk mengubah nafsu manusia dasar keinginan dan kemalasan dalam pertumbuhan rohani dan pembangunan. Jadi, bukannya menyangkal primal seksual dan sensual mendesak seperti dalam agama Buddha tradisional, praktek Tantra menerima ini mendesak kehidupan sebagai suci energi kekuatan, yang dimurnikan dan berubah menjadi kekuatan sehat dan sehat menghubungkan individu dengan kesadaran spiritual yang lebih tinggi. Untuk menjadi sukses dengan kerja Tantra, seseorang harus memiliki keterampilan dalam kontrol diri dan penerimaan diri dan orang lain.
Tindakan atau perbuatan itu ada 3 macam, yakni: tubuh, vokal, dan mental. Pikiran atau perbuatan mental, darimana pikiran yang dikonsentrasikan ialah keserbaragaman yang paling manjur, menentukan ucapan dan tindakan yang mempengaruhi pikiran. Perbuatan sakral dari Tantra bertujuan menghasilkan suatu transformasi mengenai kesadaran dengan usaha dari (secara spiritual) suara dan gerakan yang sangat mempunyai arti secara spiritual.
Dengan suara yang sangat mempunyai arti secara spiritual dengan berbagai ‘dharani atau mantra’ yang disebabkan oleh akibat yang sangat besar pengulangan yang konstan ada pada pikiran, menduduki di dalam Buddism Tantra suatu posisi yang sangat penting. Gerakan yang sangat mempunyai arti itu secara spiritual mencakup semuanya yang diperbuat oleh sebagian tubuh, seperti mudra yang dilakukan oleh tangan, dan yang diperbuat mengenai sembah dan tari. Karena ritual dan perbuatan sakral dapat dibentuk hanya dengan tubuh. Tantra jauh dari menurunkan tubuh menyambutnya sebagai kapal keselamatan dan memujanya dengan suatu ekstent yang tidak terdengar dari dalam setiap bentuk lain Buddism. Lebih dari itu, tidak hanya bagian tubuh dari alam semesta material, tapi banyak obyek material dikerjakan untuk tujuan sakramen; karena itu Tantra menganggap dunia itu juga bukan sebagai suatu rintangan tapi sebagai suatu bantuan Penerangan, memuliakannya sebagai gambar hidup dari keselamatan dan wahyu dari Yang Absolut. Sebagai ganti mengorbankan dunia itu seseorang harus hidup di dalamnya, di dalam suatu jalan seperti itu bahwa kehidupan dunia sendirinya diubah ke dalam kehidupan transendental.
Menurut pandangan Tantra, menanamkan tubuh itu dengan kesucian adalah kemungkinan dari tindakan manusia pada pikiran bukan hanya oleh gerakan anggota tubuh tapi dengan memainkan pernafasan dan air mani, semuanya dihubungkan secara intim bahwa dengan mengendalikan setiap salah satu dari semua itu dan sisanya yang dua itu dikendalikan secara otomatis. Lagi, dihubungkan tidak sebanyak dengan perumusan filsafat yang luas daripada dengan notulen yang mendetail mengenai latihan spiritual, aspek-aspek tertentu yang terlalu kompleks, sulit, dan sedikit untuk disetujui dengan tulisan. Tantra tentu saja sangat menegaskan perlunya menerima inisiasi atau upacara dan petunjuk dari sorang guru spiritual yang ahli.[12]

b.      Mantrayana
Pokok-pokok ajaran Mantrayana dapat ditemui pada karya karya padma-dkarpo dari Tibet. Menurut beliau, tujuan dari Mantrayana adalah sama seperti apa yang dituju oleh aliran-aliran lainnya dalam agama Buddha, yakni kemanunggalan manusia dengan penerangan sempurna atau kesempurnaan secara spiritual.
Langkah pertama untuk mencapai tujuan tersebut menurut konsepsi Mantrayana adalah mengambil perlindungan serta mempersiapkan diri dengan berpedoman pada Bodhicitta, yang berarti fondasi dari segala macam kebaikan, sumber dari segala usaha kebahagiaan dan sumber dari kesucian. Bodhicitta biasanya terbagi menjadi dua bagian, yakni :
1.      Bodhi pranidhi citta : Tingkat persiapan untuk pencapaian kebuddhaan.
2.      Bodhi prasthana citta :Tingkat pelaksanaan sesungguhnya dalam usaha menuju cita-cita.

Bodhicitta adalah sebagai suatu sarana bagi setiap umat Buddha untuk mencapai tujuannya. Perlindungan tersebut meliputi perlindungan pada Sang Triratna. Dalam hal ini, Mantrayana memandang Sang Triratna bukanlah hanya sekedar pengertian harfiah, melainkan sebagai kekuatan spiritual yang disimbolkan oleh Triratna tersebut.
Sikap perlindungan yang demikian itu mempunyai kaitan yang sangat erat dengan keteguhan hati. Keteguhan hati ini berfungsi untuk menguak tabir rahasia untuk mencapai penerangan sempurna. Dan selanjutnya akan menumbuhkan perubahan sikap, membawa si siswa untuk mulai melihat keadaan sesungguhnya tentang 'diri' dan alam sekitarnya.
Tahapan selanjutnya yang harus dilaksanakan adalah memperkuat dan memajukan sikap baru yang diperoleh dari meditasi dengan membaca mantra berulang-ulang. Mantra adalah kata dalam bahasa sanskerta yang berarti pesona. Mantra adalah satu suku kata yang berfungsi sebagai 'suatu pelindung pikiran' yang mengandung kekuatan magis dan melambangkan Triratna (Buddha-Dharma-Sangha) ataupun makhluk-makhluk agung lainnya. Mantra juga merupakan formula untuk memelihara agar pikiran tetap terkonsentrasi, tidak melayang-layang tak menentu.
Langkah berikutnya adalah mempersembahkan suatu Mandala (gambar-gambar indah yang mengandung arti filosofis) sebagai sarana untuk menyempurnakan pengetahuan pengetahuan yang telah dicapainya. Setiap langkah dalam mempersiapkan Mandala ini haruslah selalu berhubungan dengan Sad Paramita (enam perbuatan yang luhur) maupun Catur Paramita (Brahma Vihara=empat keadaan batin yang luhur). Sad Paramita terdiri dari :
1.      Dana Paramita: Perbuatan luhur tentang amal secara materi maupun spiritual.
2.      Sila Paramita: Perbuatan luhur tentang kehidupan bersusila.
3.      Kshanti Paramita: Perbuatan luhur yang dapat menahan segala macam penderitaan.
4.      Virya Paramita: Perbuatan luhur mengenai keuletan dan ketabahan.
5.      Dhyana Paramita: Perbuatan luhur mengenai pemusatan pikiran (samadhi/meditasi).
6.      Prajna Paramita: Perbuatan luhur mengenai kebijaksanaan.
Catur Paramita atau Brahma Vihara (empat keadaan batin yang luhur) terdiri dari :
1.      Metta: Cinta kasih universal.
2.      Karuna: Welas asih, kasih sayang, belas kasihan universal.
3.      Mudita: Rasa simpati universal, rasa bahagia atas kebahagiaan makhluk lain.
4.      Upekha: Keseimbangan batin yang tak tergoyahkan.

c.       Vajrayana

Dalam Wajrayana, terdapat banyak sekali metoda dalam berlatih. Memang banyak sekali praktisi Wajrayana yang memiliki kemampuan luar biasa, namun hal ini bukanlah sesuatu yang mistik. Hal ini sebenarnya merupakan hasil samping dari latihan yang dilakukan, dan hal ini harus diabaikan. Seperti kata sang Buddha, yang dapat menyelamatkan kita pada saat kematian adalah Dharma, bukanlah kesaktian yang kita miliki. Sering kemampuan yang didapat ini menjadi penghalang dalam mencapai tujuan utama kita, yaitu mencapai pencerahan. Hasil samping berupa kemampuan (siddhi) ini sering akan meningkatkan kesombongan (ke-aku-an) kita, yang sebenarnya justru harus kita hilangkan, dan bukan merupakan sesuatu yang harus dibanggakan. Namun sayang sekali, banyak orang yang berpandangan salah, mereka mengagungkan kemampuan gaib yang dimiliki oleh seseorang, dan mengabaikan Dharma yang mulia. Hal ini dapat terjadi karena adanya kebodohan / ketidak tahuan (Moha) yang dimiliki.
Praktek Vajrayana tidak terlepas dari penjapaan mantra, maka sering juga dikenal dengan istilah ajaran mantra rahasia.
Ajaran Wajrayana sering juga disebut dengan Praktek Rahasia, atau Kendaraan Rahasia. Hal ini menggambarkan bahwa ketika seorang praktisi semakin merahasiakan latihannya, maka ia akan semakin mendapatkan kemajuan pencapaian dan berkah dari latihan yang ia lakukan. Semakin ia menceritakan tentang latihannya, maka semakin sedikit berkah yang akan ia peroleh.
Sang Buddha sering berpesan kepada murid-muridNya, bahwa mereka tidak boleh memperlihatkan kemampuan (siddhi) mereka, tanpa suatu tujuan yang mulia. Demikian pula, Para praktisi tinggi Wajrayana tidak pernah menunjukkan kemampuan mereka hanya demi ego, demi ketenaran, demi kebanggaan, ataupun demi materi. Para praktisi tinggi ini biasanya menunjukkan kemampuan pada murid-murid dekat, ataupun pada orang tertentu yang memiliki hubungan karma dengannya, demi Dharma yang mulia, misalnya untuk menghapus selubung kebodohan, ketidak tahuan, kekotoran batin, ataupun karena kurangnya devosi dalam diri murid tersebut.
Mazhab Tantrayana yang berkembang di Tibet sekarang ini pada umumnya adalah Vajrayana, mengenai Vajrayana di Tibet, Guru Rinpoche Padma Sambhava memberikan instruksi yang mencakup enam cara untuk mencapai pembebasan melalui proses pemakaian yang melibatkan Panca Skandha. Ke enam cara tersebut:[13]

§  Pembebasan melalui proses pemakaian
§  Pembebasan melalui proses pendengaran
§  Pembebasan melalui proses ingatan
§  Pembebasan melalui proses penglihatan
§  Pembebasan melalui proses Pengecapan
§  Pembebasan melalui proses sentuhan.

Panca Skandha adalah suatu konsep dalam agama Buddha yang menyatakan bahwa manusia adalah merupakan kombinasi dari kekuatan atau energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak dan berubah, yang disebut lima kelompok kegemaran, terdiri atas:

1.      Rupaskandha/Rupakkhanda (kegemaran kepada bentuk)
2.      Vedanaskandha/Vedanakkandha (kegemaran kepada perasaan)
3.      Samjnaskhandha/Sannakkhandha (kegemaran kepada pencerapan)
4.      Samskaraskhandha/Sankharakkhandha(kegemaran kepada bentuk-bentuk pikiran)
5.      Vijnanaskhandha/Vinnanakkhandha (kegemaran kepada kesadaran).

Vajrayana memandang alam kosmos (alam semesta) dalam kaitan ajaran untuk mencapai pembebasan. Apabila di Mahayana terdapat konsepsi Trikaya (tiga tubuh Buddha), maka didalam Vajrayana, Buddha bermanifestasi dan berada dimana-mana. Oleh karenanya, Buddha adalah wadah atau badan kosmik yang memiliki enam elemen, yakni : tanah, air, api, angin, angkasa dan kesadaran. Dalam rangkaian yang tersusun sebagai sistim, Vajrayana selain memiliki pandangan filosofis di atas, juga memiliki puja bakti ritual maupun sistim meditasi khusus yang disebut Sadhana yaitu meditasi dengan cara memvisualisasikan dengan mata batin, menyatukan mudra, dharani (mantra) dan mandala.

Salah satu bukti nyata yang bisa kita lihat adalah peninggalan Tantra di Indonesia:
·         Candi Borobudur,apabila kita melihatnya tegak lurus dari atas langit,akan terlihat bahwa mahakarya ini membentuk sebuah Mandala (diagram mistik yang hampir selalu digunakan dalam praktek Tantra). Candi ini merupakan sebuah Vajradhatu Mandala.
·         Candi Kalasan/ Candi Tara, merupakan sebuah Candi yang didedikasikan untuk penghormatan kepada Arya Tara, suatu deity populer dalam Mahayana Tantra.
·         Candi Plaosan yang menurut saya pribadi merupakan tempat khusus untuk praktek-praktek peningkatan kemakmuran,karena disana pada jaman dahulu merupakan tempat pemujaan Arya Jambhala, seorang Bodhisattva level Bhumi ke-8 yang selalu diidentikkan sebagai penganugerah kemakmuran.
·         Candi Biaro Bahal II di Sumatra, merupakan candi khusus untuk praktek-praktek Yoga Tantra Tertinggi,karena disana dijumpai arca Heruka, deity khusus yang hanya dilatih oleh para Highest Practitioner.[14]





Daftar Pustaka:
§  Suwarto. T. Buddha Dharma Mahayana. Majelis Buddha Mahayana Indonesia. Jakarta: 1995
§  Honig, J.R. Ilmu Agama. BPK Gunung Mulia. Jakarta: 1997
§  http://www.indoforum.org/t96087/#ixzz1pAJ4Xz6S
§  http.vajrayana.wikipedia.com



[2] http://www.indoforum.org/t96087/#ixzz1pAJ4Xz6
[3] Suwarto. T, Buddha Dharma Mahayana. Majelis Buddha Mahayana Indonesia. Jakarta: 1995 hal.439

[4] Suwarto. T, Buddha Dharma Mahayana. Majelis Buddha Mahayana Indonesia. Jakarta: 1995 hal.444
[5] Ibid  hal.444

[6] Honig, J.R. Ilmu Agama. BPK Gunung Mulia, Jakarta: 1997 hal.236
[8] Ibid. hal.237
[9]http.wikipedia.vajrayana.com
[10] http://www.sckirteh.com/forum/index.php?topic=24.5;wap2
[11] http://www.sckirteh.com/forum/index.php?topic=24.5;wap2
[12] Ibid hal.440
[13]http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_057.shtml

[14] http://www.sckirteh.com/forum/index.php?topic=24.5;wap2

0 komentar:

Posting Komentar