Pages

Kamis, 14 Juni 2012

BUDHISME ZEN


BUDHISME ZEN
Makalah ini disusun Untuk Memenuhi Tugas mingguan Mata Kuliah
Agama Budha ( Budhisme )
Dosen :
Drs.H. Roswen Dja’far
 Hj. Siti Nadroh,M.Ag
Syaiful azmi, M.Ag


Disusun Oleh:
Dewi Haneh Amisani ( 1110032100065)
Rina H Muhammad ( 1110032100031)





PRODI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
            Budhisme bukanlah kajian teoritis, namun di tunjukan untuk pengalaman praktis . dalam sutra Budha berkata, “ Ajaran ku berisi tata cara mengakhiri penderitaan yang muncul dari diskriminasi di tiga dunia ( the triple world ); dalam mengakhiri kelalaian, hasrat, tindakan; dan dalam kesadaran bahwa dunia objektif adalalah manifestasi dari pikiran, persis sebuah visi”.
            Karena itu, pada satu sisi Budha merupakan sebuah ajaran agama yang dianut oleh para pemeluknya, namun pada sisi lain, ada ajaran Budha yang sangat penting dalam meraih konsentrasi, ketenangan diri, dan  meditasi yang las dilakukan oleh siapa saja tanpa harus meyakini ajaran Budha itu sendiri. Praktik itulah yang dinamakan amalan Zen.
            Bayak orang yang berpikir bahwa Zen merupakan sesuatu yang sulit, ini keliru. Huruf Cina yang dipergunakan untuk “ Zen” berarti “ menunjukan kesederhanaan”en juga dapat diungkapkan dengan kata “Dharma”, “ Jalan”, atau “ Diri”. Alasannya adalah bahwa eksistensi segala sesuatu di planet Bumi ini adalah Dharma. Segala sesuatu menjadi ada melalui kondisi, dan mereka menghilang karena kondisi inilah yang disebut “ Hukum Kausalitas”. Dengan alasan tersebut, kita menyebut hukum ini “ Budha-dharma”, atau Zen. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di Bumi sepenuhnya sama karena hukum ini.

1.2 Tujuan
            Tujuan penulis membuat makalah berjudul “ Budhisme Zen “ adalah :
*      Memberikan informasi  kepada pembaca mengenai Budhisme Zen, sejarah serta alirannya.
*      Sebagai pemenuhan tugas  makalah yang dibutuhkan sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Budhisme.
*      Memberi wawasan yang lebih dalam Agama Budha kepada mahasiswa yang lainnya.
1.3 Metode
            Metode yang di gunakan penulis dalam mengumpulkan data penulisan makalah ini adalah metode studi pustaka dari buku referensi buku yang terkait dan data dari internet.
1.4 Sistematika Penulisan
            Penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab yang pertama yaitu pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode, dan sistematika penulisan. Sedangkan bab kedua yaitu pembahasan yang terdiri dari apa itu Budhisme Zen, sejarah Budhisme Zen, serta aliran-aliran yang lahir di dalamnya. Bab yang terakhir yaitu bab penutup yang berisi kesimpulan dari isi makalah ini.

PEMBAHASAN
1.      Pengertian Zen
Zen merupakan salah satu dari ajaran Budhisme yang berasal dari India, yang menyebar melalaui Cina dan Korea. Banyak orang yang sulit mengartikan makna zen sesungguhnya. Zen yang diambil dari aksara Cina berarti "menunjukkan kesederhanaan". Zen adalah ajaran yang sangat jelas dan singkat. Ada juga yang berpendapat bahwa zen merupakan filosofi, dan bukanlah sebuah agama.
Menurut Suzuki, zen bukanlah filosofi karena pemikiran zen bukanlah berdasarkan pada logika dan analisis. Zen tidak pernah mengajarkan untuk berpikir secara intelektual dan menganalisis. Pemikiran yang dihasilkan oleh seorang ahli zen selalu diajarkan secara turun - temurun kepada muridnya demikian juga seterusnya. Jika menyangkut bagaimana cara Zen menyebarkan ajarannya, yaitu sama dengan yang dilakukan Sidharta. Hal ini didukung oleh pernyataan, yang menyebutkan bahwa ajaran dari Budha sendiri diturunkan kepada murid – muridnya secara langsung dan turun – temurun.
pengajaran Bodhidharma tentang zen adalah perbuatan baik saja tidak cukup tetapi melalui perbuatan baik akan mendorong kemurnian moral dimana menjadi suatu syarat yang mutlak bagi pencerahan.
Zen memiliki tiga arti yang berbeda namun berkaitan. Chrismas humpeyrs dalam key kit, mengatakan bahwa:
Pertama, zen berarti meditasi. Zen adalah istilah Jepang mengungkapkan Bahasa cina Chan, yang bila ditelusuri berasal dari Bahasa Sanskerta Dhyana. Ini adalah arti yang paling umum dari istilah tersebut. Kedua, dalam arti khusus zen adalah nama dari kekuatan absolut atau realitas tinggi yang tidak dapat disebutkan dengan kata – kata. Ketiga, dalam arti yang lebih khusus zen adalah pengalaman mistis akan keabsolutan kekuatan tersebut, suatu kesadaran, tiba – tiba dan diluar batasan. Pengalaman mistis ini biasanya disebut kesadaran atau wu dalam Bahasa Cina dan satori dalam Bahasa Jepang[1].
Ketiga arti zen tersebut saling berkaitan. Meditasi, arti umum adalah cara utama untuk mendapatkan pengalaman langsung dengan realitas tertinggi, dan mungkin orang yang melaksanakan meditasi akan mengalami pemahaman realistas kosmis ini dalam situasi yang penuh inspirasi saat mengalami kesadaran spiritual.
Zen adalah disiplin dalam pencerahan. Tujuan dari pelatihan zen ini adalah membuat kita menyadari apa sesungguhnya zen dalam pengalaman kita sehari – hari dan apa yang tidak dapat kita peroleh dari luar. Zen adalah bentuk Budhisme sebagai penyebaran hati atau pikiran Budha. Anesaki menyatakan bahwa pada awalnya meditasi merupakan salah satu dari tiga bagaian latihan penganut Budha. Ketiga latihan tersebut yaitu berupa latihan kebatinan, disiplin moral dan kebijaksanaan.
Selain itu jika menyangkut apa yang ada didalam zen, bahwa pengalaman pribadi adalah segalanya dalam zen. Karena untuk mendapatkan pengertian paling mendasar tentang sesuatu , maka harus dialami sendiri. Pengalaman merupakan hal yang mendasar dalam Zen. Pengalaman merupakan jawaban dari semua teka-teki kehidupan. seperti halnya dalam menjalani hidup, seseorang akan mengerti dengan kehidupan apabila ia telah menjalaninya, dan selama menjalani kehidupan tersebut akan begitu banyak pembelajaran yang di dapat.
Pendekatan zen terhadap realitas tidak sering dengan pendekatan ilmiah yakni menghindarkan penalaran logis, karena penalaran logis mengakibatkan kerangka pemikiran hidup mendua artinya suatu pemikiran yang selalu bertentangan antara subjek dengan objek atau berorientasi pada adanya dua prinsip kehidupan yang saling bertentangan.
Nilai ajaran zen digunakan oleh orang Jepang sebagai konsep pemahaman terhadap alam dan isinya, yakni tidak terlepas dari kewajaran atau bersifat alami antara lain ; (1) kesederhanaan, (2) ketidak-sempurnaan, dan (3) ketidak-abadian. Nilai nilai tersebut terekspresi dalam konsep dasar pemahaman estetika wabi - sabi. Bagi orang jepang ajaran zen Budhisme diekspresikan melalui konsep estetika wabi - sabi yang digunakan sebagai acuan dalam berpedoman, menatur dan juga sebagai pengendali dalam mencipta maupun memahami suatu karya seni. Makna dari wabi - sabi itu sendiri adalah kepasrahan (seijaku) dan ketulusan dalam menghadapi pergantian waktu, sehingga rasa ketulusan dan kepasrahan tersebut bagi orang Jepang diekspresikan ke dalam karya seninya dengan melukiskan situasi keadaan hening, tenang dan diam.
Sehingga dapat dikatakan Zen Buddhisme adalah sebuah aliran yang menekankan pentingnya meditasi dan mengkhususkan diri dalam hal itu. Zen yang mewakili puncak spiritualitas dalam agama Buddha adalah berintikan tentang transimi jiwa ajaran Buddha yang bersifat istimewa.[2]
2.      Sejarah aliran Zen
Jika kita pelajari sejarah agama Budha dengan perhatian utama terhadap segi ini, hal yang lain segera menarik perhatian kita adalah Agama-agama itu terpecah. Agama-agama selalu terpecah belah. Dalam tradisi kita, agama yahudi kuno terpecah menjadi agama Israel dan agama Judah, agama Kristen terpecah menjadi Gereja Timur dan Gereja Barat. Hal yang sama juga terjadi pada agama Budha[3]. Agama Budha terpecah kedalam dua mazhab besar, yaitu Hinayana (perahu kecil) dan Mahayana (perahu besar), kedua aliran tersebut memiliki arti yang berbeda. Aliran Hinayana menyatakan bahwa dirinya adalah Jalan para sesepuh, dan pada dasarnya memandang manusia sebagai pribadi, yang persamaan haknya tidak bergantung kepada penyelamatan orang lain, sedangkan aliran Mahayana menyatakan dirinya sebagai pemelihara semangat Budha yang asli, berdiri lurus pada garis Ilhamnya, dan berpendirian sebaliknya, oleh karena kehidupan itu satu, nasib seseorang berkaitan dengan nasib manusia seluruhnya. Kaum Mahayana bersifat liberal dalam segala hal. berdasarkan sejarah singkat diatas, aliran Theravada bersatu dalam suatu trdisi tunggal yang utuh. Sebaliknya, Mahayana terus-menerus pecah. Hal ini disebabkan oleh luasnya daerah penyebarannya,  perpecahan itu juga mungkin disebabkan oleh sikap liberal agama tersebut terhadap berbagai perbedaan dalam lingkungannya. Mazhab Mahayana ini berkembang menjadi tujuh aliran terbesar, yaitu: aliran San-lun, aliran Wei-shih, aliran Tien-tai, aliran Hua-yen, aliran Chan, aliran Ching-tu, dan aliran Cheng-yen[4]. Dan dalam buku Huston Smith aliran perahu besar terpecah  dalam lima paham. Yang satu menekankan iman, yang lainnya mengutamakan studi, yang berikutnya menyandarkan diri pada rumus-rumus yang jitu, sedangkan yang keempat mempunyai kecendrungan setengah poitik. Kita akan melewati keempat paham ini dan akan menelaah aliran intuitif Mahayana yang terdapat dalam bentuknya paling hidup dalam agama Budha aliran Zen di Jepang. Kata Zen adalah logat Jepang dari perkataan Cina Cha’an, yang merupakan terjemahaan lebih lanjut dari perkataan sansekerta dhayana yang berarti meditasi (semadi) yang menghasilkan wawasan yang mendalam.
Seperti penganut Mahayana lainnya, pengikut aliran zen Budhisme ini mengatakan bahwa, paham mereka bersumber langsung dari Gautama sendiri. Ajaran beliau yang tercantum dalam kitab Hukum  agama berbahasa Pali adalah ajaran yang di ikuti banyak orang. Namun para pengikut Budha yang mempunyai pandangan yang lebih luas, memperoleh dari gurunya sudut pandang  yang lebih tinggi, contoh yang paling tua dari hal ini di temukan dalam “ Khotbah Sekuntum Bunga” Sang Budha. Sewaktu berdiri di puncak sebuah bukit yang dikelilingi oleh para muridnya, pada kesempatan itu Sang Budha tidak menggunakan kata-kata. Beliau hanya memegang tinggi-tinggi sekuntum  bunga teratai keemasan. Tidak seorangpun yang memahami  makna gerakan yang gamblang itu kecuali Mahakasyapa, yang dengan senyum kecilnnya menunjukan bahwa ia memahami butir ajaran tersebut.[5] Oleh karena itu Budha pada masa hidupnya, menurut aliran chan tidak memberikan dan membukakan ilmu tertinggi itu kepada siapapun  juga kecuali ia di angkat sebagai pengganti Budha. Menurut silsilah didalam aliran Chan Mahakasyapa merupakan First Patriach (imam pertama), seorang murid yang yang di pandang Sang Budha Gautama sanggup memahamkan simbol yang dipakai oleh beliau. Aliran Zen ini merupakan pecahan dari aliran Mahayana. , yang memiliki arti perahu besar, maksud dari perahu besar adalah Aliran Chan di Tiongkok itu dikenal di India dengan aliran Dhyana dan di jepang dikenal dengan aliran Zen. Dhyana itu bermakna: meditasi ( Samadhi ). Chan dan Zen itu prubahan bunyi dari Dhyana, menurut dialek Tiongkok dan dialek Jepang.
Ajaran zen pertama kali dibawa ke Cina pada awal abad ke-6, oleh seorang pendeta India yang bernama Bodhidharma (470-543). Bodhidharma adalah seorang pendeta yang mengajarkan Buddhisme lewat metode Meditasi. Sehingga, Bodhidharma dianggap sebagai perintis ajaran Zen. Banyak sekali cerita yang muncul mengenai Bodhidharma, salah satunya adalah ketika Bodhidharma mencabut kelopak matanya lalu membuangnya karena merasa kelopak mata itu selalu membuatnya tertidur ketika Meditasi Kelopak mata tersebut, kemudian berubah menjadi pohon teh.
 Bodhidharma datang ke Tiongkok pada masa dinasti Liang (502-557M), beliau mula-mula sampai di Nanking. Sebenarnya apa yang diajarkan oleh Bodhidharma tidak menitik beratkan teori-teori, yang penting adalah pengertian dan intuisi dari seorang siswa yang timbul dari dalam batinnya sendiri di dalam usaha penghayatan terhadap Buddha Dharma di samping adanya ketekunan di dalam meditasi dengan banyaknya cerita mengenai kehebatan pendeta ini, maka banyak orang yang ingin berguru padanya. Hanya saja Bodhidharma hanya mau menerima murid yang bersungguh-sungguh ingin mendalami ajaran dan mengikuti jejak sang Budha. Bodhidharma menurunkan ajarannya Dhyana kepada muridnya, Hui Khe yang menjkadi sespuh kedua aliran Cha’n di Cina. Demikian seterusnya, hingga dikenal enam sesepuh yaitu:
  1. Bodhidharma
  2. Hui Khe
  3. Shen Chie
  4. Tao Sin
  5. Hung Jen
  6. Hui Neng
 Setiap agama yang telah mengembangkan bahasa yang canggih sampai taraf tertentu mengakui bahwa kata-kata dan akal manusia tidak dapat mencapai kenyataan yang sesungguhnya., jika bukan merusak kenyataan itu sendiri. Kekhususannya terletak pada kenyataan bahwa aliran ini amat menyadari keterbatasan bahasa dan akal manusia, sehingga aliran ini mencurahkan perhatian pokoknya untuk mencari cara mengatasi keterbatasan bahasa dan akal tersebut. Hubungan Zen dengan akal ada dua: yaitu pertama, logika dan penjelasan Zen hanya dapat dimengerti dari sudut tinjauan pengalaman yang secara mendasar berbeda dari pengalaman kita biasa. Dan yang kedua, para guru besar Zen bertekad kuat agar para siswanya benar-benar memperoleh pengalaman tersebut secara langsung. Dan bukannya digantikan oleh kata-kata.
Ada tiga (3) jalan yang biasa ditempuh dalam latihan Zen, yaitu 'Zazen' yang berarti meditasi duduk, yaitu sikap merenung yang mendalam dengan cara diam berjam-jam dan bahkan berhari-hari. Sikap mana dilanjutkan dengan 'Koan' yang berarti konsentrasi akan suatu masalah tertentu, suatu masalah yang sulit yang sebenarnya tidak bisa dijawab, tetapi bisa direnungkan. Sikap mana kemudian dilanjutkan dengan 'Sanzen', yaitu bimbingan mengenai soal-soal meditasi. Bila ketiga jalan ini dapat dijalankan dengan baik, seseorang akan memasuki keadaan pencerahan 'Satori', yaitu suatu situasi santai yang baru sekali ini dirasakan, satori adalah suatu pengalaman intuisi, pengalaman mistik bahwa ia tidak lagi berpribadi (an-atta/an-atman).
"Cara terbaik untuk merasakan Zen yang benar dan mencapai satori adalah dengan meletakkan jasmani dalam keadaan keseimbangan sempurna, sehingga keseimbangannya yang teratur menghilangkan keberadaannya dari batin, seperti gigi tidak akan diperhatikan bila sehat dan seorang teman yang benar-benar berkorban tidak pernah memperhatikan pengorbanannya. Untuk mencapai keadaan yang seimbang ini, kita ikuti aturan hidup fisik tertentu: pertama-tama buatlah postur yang benar, kemudian aturlah nafas dan akhirnya tenangkan batin."
Aliran Zen itu bersikap agak bebas terhadap mempelajari berbagai Mahayana-sutras, tidak hendak mengikatkan diri kepada sutras tertentu. Begitupula terhadap aliran filsafat didalam mazhab Mahayana. Bahkan tidak hendak memperbincangkan secara serius. Aliran Zen itu lebih mengutamakan pendekatan secara intuitif [6] bagi mencapai kesadaran tertinggi.
Titik berat ajarannya lebih mengutamakan disiplin, yakni ketaatan dan khidmat yang sepenuhpenuhnya kepada sang guru, Cuma sang guru saja secara resmi dan pasti dapat menuntun seseorang murid kepada pencerahan dan kebenaran, guna mencapai kepribadian-Budha. Aliran Zen berpendirian bahwa kepribadian-Budha itu hidup membenam dalam diri manusia, dan melalui renungan di dalam semadi, maka kepribadian Budha itu dapat dilihat.
Isi kepribadian-Budha itu ialah kekosongan ( sunyata), yakni, kosong dari setiap ciri-ciri khusus. Alam lahir dengan seluruh ciri-ciri khusus itu Cuma tipuan-khayal (maya) belaka. Jalan satu-satunya bagi mendekaati kebenaran terakhir itu ialah melalui samadhi, yang terbagi dalam dua macam:
(1).Tathagatha-Meditation, yaitu cara samadhi dari Budha Gautama, mempergunakan kodrat-kodrat renungan.
(2.) Patriarchal-Meditation, yaitu cara samadhi yang diajarkan Patriach Bodhidarma, meniadakan pemikiran dan memusatkan kesadaran rohani bagi mencapai kepribadian-Budha.

3.      Aliran-aliran budhisme
Seiring dengan berjalannya waktu aliran Zen Budhisme inipun melahirkan beberapa aliran Ada beberapa sekte/aliran Cha’n/Zen yang berkembang menurut metode yang berbeda atau keadaan setempat. Diantaranya sebagai berikut:
  1. Aliran Lin Chi, dikembangkan oleh Master Lin Chi (kira-kira 850 M)
  2. Aliran Chau Tung, dikembangkan oleh Master Tung San Liang Chie (807-869) dan Chau San (840-901)
  3. Aliran Kuei Yang, dikembangkan oleh Kuei San (771-853) dan Yang San (807-883)
  4. Aliran Yun Men, dikembangkan oleh Yun Men (862-853)
  5. Aliran Fa Yen, dikembangkan oleh Fa Yen (885-958)
Zen kemudian berpecah menjadi 5 aliran, dan di kemudian, hari kelima aliran ini dilebur menjadi dua aliran, yakni Tsao Tung (Soto) dan Lin Chi (Rinzai). Karena itu sampai sekarang yang kita kenal hanyalah dua aliran Zen, yaitu Soto dan Rinzai yang pada abad ke-XII bermigrasi dari China ke Jepang. Aliran Soto menekankan pencapaian pencerahan melalui meditasi tenang pengosongan pikiran (kontemplasi), sedangkan aliran Rinzai menekankan pencapaian pencerahan melalui meditasi yang diarahkan kepada aliran tertentu.







Datar Pustaka
Joesoef Sou’yb.Agama-agama Besar di Dunia.Jakarta.Pt Al Husna Zikra.1991
Huston Smith.Agama-agama Manusia.jakarta.Yayasan Obor Indonesia.2001
Sekkei Harada.Hakikat Zen.Jakarta.PT.Gramedia Pustaka Utama.2003
Albert Low.Zen and The Sutra.Jogjakarta.Ar-ruzz Media.2000


[1] Sekkei Harada.Hakikat Zen. Jakarta.Gramedia Pustaka Utama.2003
[2] Albert Low.Zen and The Sutra.Jogjakarta.Ar-ruzz Media.2000
[3] Huston Smith.Agama-agama Manusia.jakarta.Yayasan Obor Indonesia.2001.hal,156
[4] Joesoef Sou’yb.Agama-agama Besar di Dunia.Jakarta.Pt Al Husna ZIkra.1996.hal,112
[5] Huston Smith.Agama-agama Manusia.jakarta.Yayasan Obor Indonesia.2001.hal,165
[6] Pendekatan secara rohani

0 komentar:

Posting Komentar